Lampu pijar
Lampu pijar dan filamennya yang sedang menyala.
Lampu pijar adalah sumber
cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran
arus listrik melalui
filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan cahaya.
[1] Kaca yang menyelubungi filamen panas tersebut menghalangi udara untuk berhubungan dengannya sehingga filamen tidak akan langsung rusak akibat
teroksidasi.
[2]
Lampu pijar dipasarkan dalam berbagai macam bentuk
[3] dan tersedia untuk tegangan (
voltase) kerja yang bervariasi dari mulai 1,25 volt
[4] hingga 300 volt.
[5] Energi
listrik yang diperlukan lampu pijar untuk menghasilkan cahaya yang terang lebih besar dibandingkan dengan sumber cahaya buatan lainnya seperti
lampu pendar dan
diode cahaya, maka secara bertahap pada beberapa negara peredaran lampu pijar mulai dibatasi.
[6][7]
Di samping memanfaatkan cahaya yang dihasilkan, beberapa penggunaan lampu pijar lebih memanfaatkan panas yang dihasilkan, contohnya adalah pemanas kandang
ayam,
[8] dan
pemanas inframerah dalam proses pemanasan di bidang industri.
Pengembangan lampu pijar sudah dimulai pada awal abad XIX.
[2][9][10][11] Sejarah lampu pijar dapat dikatakan telah dimulai dengan ditemukannya
tumpukan volta oleh
Alessandro Volta.
[10] Pada tahun
1802,
Sir Humphry Davy menunjukkan bahwa arus listrik dapat memanaskan seuntai logam tipis hingga menyala putih
[2]. Lalu, pada tahun
1820,
Warren De la Rue merancang sebuah lampu dengan cara menempatkan sebuah kumparan
logam mulia platina di dalam sebuah tabung lalu mengalirkan arus listrik melaluinya.
[9] Hanya saja, harga logam platina yang sangat tinggi menghalangi pendayagunaan penemuan ini lebih lanjut.
[9][11] Elemen
karbon juga sempat digunakan, namun karbon dengan cepat dapat teroksidasi di udara; oleh karena itu, jawabannya adalah dengan menempatkan elemen dalam vakum.
[2]
Pada tahun
1870-an, seorang penemu bernama
Thomas Alva Edison dari Menlo Park, negara bagian
New Jersey, Amerika Serikat, mulai ikut serta dalam usaha merancang lampu pijar.
[2][9] Dengan menggunakan elemen platina, Edison mendapatkan
paten pertamanya pada bulan
April 1879.
[2] Rancangan ini relatif tidak praktis namun Edison tetap berusaha mencari elemen lain yang dapat dipanaskan secara ekonomis dan efisien.
[2] Pada tahun yang sama,
Sir Joseph Wilson Swan juga menciptakan lampu pijar yang dapat bertahan selama 13,5 jam.
[11] Sebagian besar filamen lampu pijar yang diciptakan pada saat itu putus dalam waktu yang sangat singkat sehingga tidak berarti secara komersial.
[2] Untuk menyelesaikan masalah ini, Edison kembali mencoba menggunakan untaian karbon yang ditempatkan dalam bola lampu hampa udara hingga pada tanggal
19 Oktober 1879 dia berhasil menyalakan lampu yang mampu bertahan selama 40 jam.
[2]
Komponen utama dari lampu pijar adalah bola lampu yang terbuat dari
kaca, filamen yang terbuat dari
wolfram, dasar lampu yang terdiri dari filamen, bola lampu, gas pengisi, dan kaki lampu.
[12]
| - Bola lampu
- Gas bertekanan rendah (argon, neon, nitrogen)
- Filamen wolfram
- Kawat penghubung ke kaki tengah
- Kawat penghubung ke ulir
- Kawat penyangga
- Kaca penyangga
- Kontak listrik di ulir
- Sekrup ulir
- Isolator
- Kontak listrik di kaki tengah
|
Selubung gelas yang menutup rapat filamen suatu lampu pijar disebut dengan bola lampu. Macam-macam bentuk bola lampu antara lain adalah bentuk bola, bentuk jamur, bentuk lilin, dan bentuk
lustre.
[13] Warna bola lampu antara lain yaitu bening, warna susu atau buram, dan warna merah, hijau, biru, atau kuning.
[13]
Pada awalnya bagian dalam bola lampu pijar dibuat hampa udara namun belakangan diisi dengan gas mulia bertekanan rendah seperti
argon,
neon,
kripton, dan
xenon atau gas yang bersifat tidak reaktif seperti
nitrogen sehingga filamen tidak teroksidasi.
[1] Konstruksi
lampu halogen juga menggunakan prinsip yang sama dengan lampu pijar biasa
[1], perbedaannya terletak pada gas
halogen yang digunakan untuk mengisi bola lampu.
Dua jenis kaki lampu adalah kaki lampu berulir dan kaki lampu bayonet yang dapat dibedakan dengan kode huruf E (Edison) dan B (Bayonet), diikuti dengan angka yang menunjukkan diameter kaki lampu dalam milimeter seperti E27 dan E14.
[12]
Pada dasarnya filamen pada sebuah lampu pijar adalah sebuah
resistor.
[1] Saat dialiri arus listrik, filamen tersebut menjadi sangat panas, berkisar antara 2800 derajat Kelvin hingga maksimum 3700 derajat Kelvin.
[14]. Ini menyebabkan
warna cahaya yang dipancarkan oleh lampu pijar biasanya berwarna kuning kemerahan.
[15] Pada temperatur yang sangat tinggi itulah filamen mulai menghasilkan cahaya pada panjang gelombang yang kasatmata.
[1] Hal ini sejalan dengan teori radiasi
benda hitam.
[16]
Indeks renderasi warna menyatakan apakah warna obyek tampak alami apabila diberi cahaya lampu tersebut dan diberi nilai antara 0 sampai 100.
[12] Angka 100 artinya warna benda yang disinari akan terlihat sesuai dengan warna aslinya. Indeks renderasi warna lampu pijar mendekati 100.
[12][17]
Foto yang sangat diperbesar dari filamen lampu pijar 200 Watt.
Karena temperatur kerja filamen lampu pijar yang sangat tinggi, lambat laun akan terjadi penguapan pada filamen.
[1] Variasi pada
resistansi sepanjang filamen akan menciptakan titik-titik panas pada posisi dengan nilai resistansi tertinggi.
[18]. Pada titik-titik panas tersebut filamen wolfram akan menguap lebih cepat yang mengakibatkan ketebalan filamen akan semakin tidak merata dan nilai resistansi akan meningkat secara lokal; ini akan menyebabkan filamen pada titik tersebut meleleh atau menjadi lemah lalu putus.
[1] Variasi diameter sebesar 1% akan menyebabkan penurunan umur lampu pijar hingga 25%.
[19]
Selain menyebabkan putusnya lampu, penguapan filamen wolfram juga menyebabkan penghitaman lampu. Elemen wolfram yang menguap pada lampu pijar akan mengendap pada dinding kaca bola lampu dan membentuk efek hitam.
[20] Lampu halogen menghambat proses ini dengan proses siklus halogen.
[20]
Efisiensi lampu atau dengan kata lain disebut dengan
efikasi luminus[12] adalah nilai yang menunjukkan besar efisiensi pengalihan energi listrik ke cahaya dan dinyatakan dalam satuan
lumen per
Watt. Kurang lebih 90% daya yang digunakan oleh lampu pijar dilepaskan sebagai radiasi panas dan hanya 10% yang dipancarkan dalam radiasi cahaya kasat mata.
[21]
Pada tegangan 120 volt, nilai keluaran cahaya lampu pijar 100W biasanya adalah 1.750 lumen, maka efisiensinya adalah 17,5 lumen per Watt.
[22] Sementara itu pada tegangan 230 volt seperti yang digunakan di Indonesia, nilai keluaran bolam 100W adalah 1.380 lumen
[23] atau setara dengan 13,8 lumen per Watt. Nilai ini sangatlah rendah bila dibandingkan dengan nilai keluaran sumber cahaya putih "ideal" yaitu 242,5 lumen per Watt, atau 683 lumen per Watt untuk cahaya pada panjang gelombang hijau-kuning di mana mata manusia sangatlah peka.
[1] Efisiensi yang sangat rendah ini disebabkan karena pada temperatur kerja, filamen wolfram meradiasikan sejumlah besar radiasi inframerah.
Pada tabel di bawah ini terdaftar tingkat efisiensi pencahayaan beberapa jenis lampu pijar biasa bertegangan 120 volt
[22] dan beberapa sumber cahaya ideal.
Jenis | Efisiensi lampu | lumen/Watt |
Lampu pijar 40 Watt | 1.9% | 12.6[22] |
Lampu pijar 60 Watt | 2.1% | 14.5[22] |
Lampu pijar 100 Watt | 2.6% | 17.5[22] |
Radiator benda hitam 4000 K ideal | 7.0% | 47.5[24] |
Radiator benda hitam 7000 K ideal | 14% | 95[24] |
Sumber cahaya monokromatis 555 nm (hijau) ideal | 100% | 683[1][25] |
Karena efisiensi lampu pijar yang sangat rendah, beberapa pemerintah negara mulai membatasi peredaran lampu pijar. Contoh negara-negara yang mulai membatasinya adalah
Australia[26],
Amerika Serikat[7],
Brasil[7],
Inggris Raya[7],
Irlandia[7],
Kanada[7],
Kuba[7],
Selandia Baru[7],
Swiss[7],
Uni Eropa[7] dan
Venezuela[7].